BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang
universal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam
pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam
pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal
ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang
bersangkutan atau disekitarnya. Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses
kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Di mana individu yang
mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bantuan kepada orag lain, pandangan-pandangan
tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi
yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan
persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang
tidak tetap(Suseno,2004).
Perawat bekerja sama dengan klien yang mengalami
berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami
dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka
dapat berlanjut. Dalam kultur barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka
cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi
masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering
terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat
berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan duka
cita.penting bagi perawat memahami kehilangan dan duka cita. Ketika merawat
klien dan keluarga, perawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan
klien-keluarga-perawat berakhir karena perpindahan, permulangan, penyembuhan
atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan
dan kematian (Potter & perry,2005).
B.
Rumusan Masalah
Adapun
permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah “Bagaimana Konsep
kehilangan, Kematian atau Berduka ?.
C.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan umum
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk
memahami tentang konsep kehilangan, kematian atau berduka.
2.
Tujuan khusus.
a.
Untuk mengetahui pengertian kehilangan dan
berduka.
b.
Untuk mengetahui jenis-jenis kehilangan.
c.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kehilangan.
d.
Untuk mengetahui tanda dan gejala berduka.
e.
Untuk mengetahui fase-fase berduka.
f.
Untuk mengetahui contoh kasus pada pasien berduka.
D.
Manfaat Penulisan
1. Bagi Kelompok
Sebagai tamabahan referensi dan bahan pustaka
bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan mengenai konsep
kehilangan, kematian atau berduka
2. Bagi Pembaca
Untuk menambah
wawasan dan memberikan informasi kepada mahasiswa lain dan kepada masyarakat
tentang konsep kehilangan, kematian atau berduka.
E.
Sistematika Penulisan
Makalah ini
terdiri dari 3 Bab, yaitu BAB I Pendahuluan, BAB II Pembahasan, BAB III Penutup.
Masing-masing bab memiliki subbab dengan garis besar isinya sebagai
berikut,yaitu :
BAB I Pendahuluan.
Pada bab ini berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian dan Sistematika penulisan.
BAB II Pembahasan.
Pada bab ini berisi, Pengertian Kehilangan dan Berduka, Jenis-jenis
Kehilangan, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehilangan, Tanda dan Gejala
Berduka, Fase-fase Berduka, Contoh Kasus Pada Pasien Berduka.
BAB III Penutup.
Pada bab ini berisi Kesimpulan dan saran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda (Yosep, 2011).
Kehilangan merupakan suatu kondisi di mana seseorang
mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada
atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian ataupun
seluruhnya.
Berduka merupakan reaksi terhadap kehilangan yang
merupakan respon emosional yang normal (Suliswati, 2005). Definisi lain
menyebutkan bahwa berduka, dalam hal ini dukacita adalah proses kompleks yang
normal yang mencakup respon dan perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual
ketika individu, keluarga, dan komunitas menghadapi kehilanga aktual,
kehilangan yang diantisipasi, atau persepsi kehilangan ke dalam kehidupan
pasien sehari-hari (NANDA, 2011).
Dari
berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa berduka merupakan suatu
reaksi psikologis sebagai respon kehilangan sesuatu yang dimiliki yang
berpengaruh terhadap perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, maupun
intelektual seseorang. Berduka sendiri merupakan respon yan normal yang
dihadapi setiap orang dalam menghadapi kehilangan yang dirasakan.
B.
Jenis- jenis Kehilangan
1. Actual Loss :Diakui orang lain dan sama-sama
dirasakan bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk kehilangan. Misal,
kehilangan anggota badan, kehilngan suami atau istri, kehilangan pekerjaan.
2. Perceiced Loss: Dirasakan seseorang, tetapi tidak
sama dirasakan orang lain. Misalnya, kehilangan masa muda, keuangan, lingkungan
yang berharga.
3. Phicichal Loss :Kehilangan secara fisik. Misalnya,
seseorang mengalami kecelakaan dan akibat luka yang parah tangan ataukakiharus
diamputasi.
4. Psykhologis Loss : Kehilangan secara psykologis.
Misalnya, orang yang cacat akibat kecelakaan membuatnya merasa tidak percaya
diri gambaran dirinya terganggu.
5. Anticipatory Loss : Kehilangan yang bisa dicegah.
Misalnya, orang yang menderita penyakit.
Tahapan
berduka menurut Parkes dan Parkes et Alparkes (1986) dan Parkes et Al (1991), membatasi
4 tahap dari reaksi berduka karena kematian seseorang yang dicintai :
1. Mati Rasa Dan Mengingkari. Orang yang baru saja
mengalami kehilangan akan merasa tidak nyata, penghentian waktu, segera setelah
kematian orang yang penting dalam kehidupan mereka. Perasaan ini digambarkan
sebagai mati rasa. Ada kecenderungan
untuk mengingkari kejadian dan keyakinan bahwa semuanya hanyalah mimpi buruk .
Hal ini berlangsung beberapa hari sampai berminggu-minggu.
2. Kerinduan atau Pining. Fase ini ditandai dengan
adanya kebutuhan untuk menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal. Hal ini
dinyatakan dalam mimpi orang yang kehilangan,dan orang seringkali mengatakan
melihat orang yang sudah meninggal dalam keramaian.
3. Putus Asadan Depresi. Jika orang yang kehilangan
akhirnya menyadari kenyataan tentang kematian, ada perasaan putus asa yang hebat
dan kadang terjadi depresi. Periode ini adalah saat individu mengalami
disorganisasi dalam batas tertentu dan merasa bahwa mereka tidak mampu
melakukan tugas yang dimasa lalu dilakukan dengan sedikit kesulitan.
4.
Penyembuhan dan Reorganiosasi. Pada titik tertentu kebanyakan individu yang
kehlangan menyadari bahwa hidup mereka harus berlanjut dan mereka harus mencari
makna baru dari keberadaan mereka.
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehilangan
1.
Perkembangan.
Anak-anak
belum mengerti seperti orang dewasa, belum bisa merasakan. Belum menghambat
perkembangan. Bisa mengalami regresi orang dewasa kehilangan membuatorang
menjadi mengenang tentang hidup, tujuan
hidup Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari.
2.
Keluarga
Keluarga
mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak terbesar biasanya menunjukan
sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih secara terbuka.
3.
Faktor Sosial Ekonomi
Apabila
yang meninggal merupakan penanggung jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan
orang yang dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi, Dan hal ini bisa
mengganggu kelangsungan hidup.
4.
Pengaruh Kultural
Kultur
mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi. Kultur barat menganggap kesedihan adalah sesuatu yang
sifatnya pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak
ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa mengekspresikan
kesedihan harus dengan berteriak dan menangis keras-keras.
5.
Agama
Dengan
agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah
ada dikonsep dasar agama. Tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
6.
Penyebab Kematian
Seseorang
yang ditinggal anggota keluarga dengan tiba-tiba akan menyebabkan shock dan
tahapan kehilangan yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat
kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.
7.
Kesehatan fisik
Individu dengan
keadaan fisik sehat, cara hidup yang teratur cenderung mempunyai kemampuan
mengatasi stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang sedang
mengalami gangguan fisik.
D.
Tanda dan Gejala Berduka
Terdapat beberapa sumber yang menjelaskan mengenai
tanda dan gejala yang sering terlihat pada individu yang sedang berduka, menyatakan
bahwa tanda dan gejala berduka melibatkan empat jenis reaksi, meliputi: (Buglass,
2010)
1. Reaksi perasaan, misalnya kesedihan, kemarahan,
rasa bersalah, kecemasan, menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati
rasa, kerinduan.
2. Reaksi
fisik, misalnya sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan cahaya, mulut
kering, kelemahan.
3. Reaksi
kognisi, misalnya ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa, tidak sabar,
ketidak mampuan untuk berkonsentrasi, ketidak tegasan.
4. Reaksi
perilaku, misalnya, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penarikan sosial,
mimpi buruk, hiperaktif, menangis. Tanda dan gejala berduka juga dikemukan oleh
Videbeck (2008), yang mencakup ke dalam lima respon, yaitu respon kognitif,
emosional, spiritual, perilaku, dan fisiologis
Akibat berduka
Setiap
orang merespon peristiwa kehilangan dengan cara yang sangat berbeda. Tanpa
melihat tingkat keparahannya, tidak ada respon yang bisa dikatakan maladaptif
pada saat menghadapi peristiwa kehilangan akut. Apabila proses berduka yang
dialami individu bersifat maladaptif, maka akan menimbulkan respon detrimental
(cenderung merusak) yang berkelanjutan dan berlangsung lama (Carpenito, 2006).
Proses berduka yang maladaptif tersebut akan menyebabkan berbagai masalah
sebagai akibat munculnya emosi negatif dalam diri individu. Dampak yang muncul
diantaranya perasaan ketidakberdayaan, harga diri rendah, hingga isolasi
sosial.
E.
Fase-fase Berduka
Terdapat beberapa teori mengenai respon berduka
terhadap kehilangan. Teori yang dikemukan Kubler-Ross (1969 dalam Hidayat,
2009) mengenai tahapan berduka akibat kehilangan berorientasi pada perilaku dan
menyangkut lima tahap, yaitu sebagai berikut:
1.
Fase penyangkalan (Denial)
Reaksi
pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau
mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi. Sebagai contoh,
orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal akan terus
berupaya mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini
adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung
cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi ini dapat berlangsung beberapa menit hingga beberapa tahun.
2.
Fase marah (Anger)
Pada
fase ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat
tidak kompeten. Respon fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, deyut
nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan menggepal, dan seterusnya.
3.
Fase tawar menawar (Bargaining)
Pada
fase ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan
dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan
seolah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu mungkin berupaya untuk
melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
4.
Fase depresi (Depression)
Pada
fase ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap
sangat penurut, tidak mau berbicara menyatakan keputusasaan, rasa tidak
berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukkan, antara lain, menolak makan, susah tidur, letih, turunnya dorongan
libido, dan lain-lain.
5.
Fase penerimaan (Acceptance)
Pada
fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan, pikiran yang selalu
berpusat pada objek yang hilang mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang kedepan.
Gambaran tentang objek yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap.
Perhatiannya akan beralih pada objek yang baru. Apabila individu dapat memulai
tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri
proses berduka serta dapat mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan
untuk masuk ke tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu tersebut
dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Bowlby
(1980 dalam Videbeck, 2008) mendeskripsikan proses berduka akibat suatu
kehilangan yang terdiri dari 4 fase yaitu:
1.
Mati rasa dan penyangkalan terhadap kehilangan.
2. Kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang
dicintai dan memprotes kehilangan yang tetap ada.
3. Kekacauan kognitif dan keputusasaan emosional,
mendapatkan dirinya sulit melakukan fungsi dalam kehidupan sehari-hari dan fase
keempat reorganisasi dan reintegrasi kesadaran diri sehingga dapat
mengembalikan hidupnya.
John
Harvey (1998 dalam Videbeck, 2008) mendeskripsikan fase
berduka
yaitu:
1.
Syok, menangis dengan keras, dan menyangkal.
2. Intrusi pikiran, distraksi, dan meninjau kembali
kehilangan secara obsesif.
3.
Menceritakan kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan secara kognitif
menyusun kembali peristiwa kehilangan.
Rodebaugh
(1999 dalam Videbeck, 2008) memandang proses berduka sebagai suatu proses
melalui empat tahap yaitu :
1.
Terguncang (Reeling)
klien
mengalami syok, tidak percaya, atau menyangkal.
2.
Merasa (feeling)
klien
mengekspresikan penderitaan yang berat, rasa bersalah, kesedihan yang
mendalam,
kemarahan, kurang konsentrasi, gangguan tidur, perubahan nafsu makan,
kelelahan, ketidaknyamanan fisik yang umum.
3. Menghadapi (dealing) klien mulai beradaptasi
terhadap kehilangan dengan melibatkan diri dalam kelompok pendukung, terapi
dukacita, membaca, dan bimbingan spiritual,
4. Pemulihan (healing). Klien mengintegrasikan
kehilangan sebagai bagian kehidupan dan penderitaan yang akut berkurang.
Pemulihan tidak berarti bahwa kehilangan tersebut dilupakan atau diterima.
Kebutuhan
Keluarga yang Berduka :
1. Harapan perawatan yang terbaik sudah diberikan, keyakinan
bahwa mati adalah akhir penderitaan dan kesakitan.
2. Berpartisipasi.
Memberi perawatan Sharing dengan staf perawatan.
3. Support dengan support klien bisa melewati
kemarahan, kesedihan, denial Support bisa digunakan sebagai koping dengan
perubahan yang terjadi.
4. Kebutuhan spiritual, berdoa sesuai kepercayaan mendapatkan
kekuatan dari Tuhan.
F.
Contoh Kasus Pada Pasien Kehilangan
“Klien bernama Ibu A, usia 66 tahun, di rawat di
ruang Antasena V RSMM Bogor sejak tanggal 5 Mei 2013 dengan diagnosa medis awal
Hemiparase Sinistra ec. Susp SNH. Klien dibawa kerumah sakit dengan alasan
mengalami kelemahan anggota badan sebelah kiri. Klien mengatakan ketika bangun
pagi merasa lengan dan tungkai kirinya terasa lemas dan terasa kesemutan.
Sekitar pukul 11.00 ketika memasak, lengan dan tungkai kirinya terasa semakin
berat dan lemas, klien mulai sulit berjalan dan wajahnya, terutama bibirnya
terlihat tidak simetris. Pada pukul 13.00 keluarga mengatakan bicara klien
sudah mulai pelo, lengan dan tungkai kiri tidak bisa digerakkan lagi, dan
kepala terasa berat sehingga keluarga memutuskan untuk membawa klien ke rumah sakit.”
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan, lalu
dilakukan analisa kasus dan didapatkan beberapa masalah keperawatan yang
muncul, baik masalah keperawatan fisik maupun psikososial. Namun, disini
penulis lebih menekankan kepada masalah psikososial yang dialami klien. Masalah
psikososial yang dialami klien berhubungan dengan masalah fisik yang timbul
sebelumnya. Seperti diketahui klien masuk ke rumah sakit dengan masalah
hambatan mobilitas fisik akibat stroke, ditandai dengan kelemahan anggota tubuh
bagian kiri, sehingga anggota tubuh bagian kiri sulit untuk digerakkan dan
membuat dirinya tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Masalah hambatan
mobilitas fisik yang dialami klien membuat dirinya mengalami berduka
situasional sebagai respon kehilangan yang dialaminya.
Berduka situasional ini berhubungan dengan efek
negatif serta peristiwa kehilangan sekunder akibat penyakit yang dialami klien,
yaitu kehilangan fungsi tubuh yang dialami klien. Hal ini nampak dari respon
klien yang terkadang masih menyalahkan diri sendiri dan cenderung menyesal pada
aktivitas yang dilakukan sebelum kehilangan. Saat berinteraksi, klien masih tampak
bersedih dan lemas. Keluarga mengatakan klien menjadi malas makan dan susah
tidur karena kejadian ini. Masalah psikososial lain yang muncul sebagai akibat
adanya masalah fisik pada klien adalah ansietas. Hal ini nampak pada respon
klien yang menyatakan ketakutan “Tidak bisa seperti dulu lagi dan tidak dapat beraktivitas
seperti dulu lagi”. Selain itu terlihat dari adanya respon penyesalan yang
diucapkan klien saat berinteraksi. Klien masih tampak tegang saat berinteraksi,
konsentrasi kurang, dan mulut tampak kering.
Pemecahan
Masalah
Asuhan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi
masalah berduka situasional pada klien bertujuan agar klien dapat mengenal
peristiwa kehilangan yang dialaminya, memahami hubungan antara kehilangan yang dialami
dengan keadaan dirinya, mengidentifikasi cara-cara mengatasi berduka yang
dialaminya, dan memanfaatkan faktor pendukung disekeliling klien. Cara yang
dapat dilakukan adalah dengan verbal (mengungkapkan perasaan), fisik, sosial,
dan spiritual (CHMN, 2010). Dalam memberikan asuhan keperawatan berduka
situasional pada klien, tentunya penulis tetap memperhatikan tahapan berduka
yang sedang dialami klien karena hal ini juga mempengaruhi penulis merespon
keadaan klien saat memberikan asuhan keperawatan.
Menurut teori Kubler-Ross (1969) (dalam Moyle &
Hogan, 2006), tahapan
berduka
terdiri dari dari lima tahap, meliputi tahap pengingkaran,
kemarahan,tawar-menawar, depresi, dan penerimaan. Namun, pada kasus yang
terjadi, masalah berduka yang ditemukan pada klien tidak sampai menimbulkan perasaan
depresi pada klien. Klien hanya mengalami tahap pengingkaran dan kemarahan pada
hari pertama rawat, tahap tawar-menawar dan langsung pada tahap penerimaan yang
ditunjukkan dengan respon klien yang berbeda-beda. Setiap tahap berduka yang
terjadi pada klien perlu menjadi perhatian bagi perawat karena respon dalam
memberikan tindakan keperawatan yang akan dilakukan terhadap klien pun akan
berbeda meskipun tujuan asuhan keperawatan yang akan diberikan tetap sama.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk
mengatasi masalah berduka situasional pada klien sudah sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan yang sudah dibuat sebelumnya. Disini penulis menekankan
pada pengungkapan perasaan agar menimbulkan emosi positif pada diri klien. Cara
yang dapat dilakukan adalah dengan verbal (mengungkapkan perasaan), fisik, sosial,
dan spiritual. Upaya untuk meningkatkan emosi positif dan motivasi untuk
melakukan aktivitas fisik dengan membuat penjadwalan aktivitas dinilai cukup
berhasil dalam mengatasi berduka sebagai respon kehilangan yang dialami
penderita stroke. Penelitan Seale, et al (2010) menunjukkan dari 840 responden,
yaitu sebanyak 35,6% pada tiga bulan pasca stroke mengalami peningkatan emosi
ke arah positif setelah dilakukan upaya-upaya tersebut. Hal ini dikarenakan
emosi positif dapat mengurangi efek berbahaya dari kecemasan atau
ketidakberdayaan yang sering menyertai terjadinya awa penyakit, termasuk stroke
(Fredickson, et al, 2000).
Cara lain yang dilakukan oleh penulis adalah dengan
menekankan pada pengungkapan perasaan terkait harapan di masa depan klien
setelah terkena stroke. Disini penulis lebih menggali keinginan-keinginan klien
di masa depan setelah keluar dari rumah sakit nantinya. Cara ini efektif
dilakukan karena perasaan klien lebih banyak tergali lagi sehingga memunculkan
emosi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan. Berduka merupakan
suatu reaksi psikologis sebagai respon kehilangan sesuatu yang dimiliki yang
berpengaruh terhadap perilaku emosi, fisik, spiritual, sosial, maupun
intelektual seseorang. Berduka sendiri merupakan respon yan normal yang
dihadapi setiap orang dalam menghadapi kehilangan yang dirasakan.
Jenis-jenis kehilangan yaitu, Actual Loss, Perceiced
Loss, Phicichal Loss, Psykhologis Loss, Anticipatory Loss. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kehilangan adalah Perkembangan, keluarga, faktor sosial ekonomi,
agama, penyebab kematian, kesehatan fisik.
Fase-fase berduka yaitu, Fase penyangkalan (Denial),
Fase marah (anger), fase tawar menawar, fase depresi, fase penerimaan.
Kebutuhan keluarga yang berduka adalah harapan, berpatisipasi, suport, dan
kebutuhan spiritual.
B.
Saran
Pada pengerjaan
makalah ini kurangnya pengetahuan kelompok terhadap materi ini, sehingga masih
banyak terdapat kekurangan, dan kurangnya kerja sama kelompok terhadap
pengerjaan makalah ini, semoga apa yang saya sampaikan diatas bisa bermanfaat
untuk pembelajaran selanjutnya, dan juga bermanfaat untuk pembaca atau untuk
referensi bagi mahasiswa yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Potter
& Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Putri,
Rosiana. 2013. Asuhan Keperawatan Berduka Situasional Pada Ibu A yang Mengalami
Stroke Non- Hemoragik di Ruang Rawat Antasena Rumah Sakit Mardzoeki Mahdi Bogor
[Karya Ilmiah]. Bogor (ID). Universitas Indonesia.
Suseno,
Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan.
Jakarta: Sagung Seto.
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
Yosep, I. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.
Anonymous.
Konsep kehilangan dan berduka. https://edoc.tips/download/konsep-kehilangan-dan-berduka--4_pdf.
Diakses pada tanggal 14 September 2018 jam 20.15.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49678/Chapter;jsessionid=FB56BCEDCA36D20FDDD0495DE8923E8D?sequence=4.
Diakses pada tanggal 14 September 2018 jam 21.57
No comments:
Post a Comment