Pages

loading...

Friday, December 28, 2018

Makalah Infeksi Nosokomial

BAB I
PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang
Dari dulu sampai sekarang, rumah sakit selain sebagai tempat berobat untuk peyakit yang diklasifikasikan berat, rumah sakit juga menjadi tempat bersarangnya bibit penyakit, bibit penyakit di rumah sakit bukan jenis bibit penyakit biasa, melainkan bibit penyakit yang sudah resisten terhadap antiiotika, jenis kuman resisten seperti ini yang bercokol di pelosok ruangan rumah sakit, bisa saja melekat di alat-alat pemeriksaan medis, alat-alat bantu medis, alat-alat bedah, serta perlengkapan rumah sakit lainnya yang mungkin lolos dari prosedur sanitasi dan sterilisasi.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien.
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk mahasiswa kesehatan yang nantinya akan menjadi petugas di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang rawan untuk terjadi infeksi. Cara penanggulangan dalam penularan infeksi di Rumah Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah hal yang harus diperhatikan dalam mengatasi infeksi nosokomial. Namun selain itu, alat medis yang menjadi salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam penularan infeksi tersebut. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas pengaruh alat medis terhadap penyebaran infeksi nosokomial. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan dalam penggunaan alat medis memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek penanganan pasien, sehingga petugas harus sangat berhati-hati dalam penggunaannya

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Infeksi Nosokomial ?
2. Bagaimana Penularan Infeksi Nosokomial ?
3. Apa saja Penyebab Infeksi Nosokomial ?
4. Bagaimana Siklus Terjadinya Infeksi Nosokomial ?
5. Bagaimana Pencegahan Infeksi Nosokomial ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi infeksi nosokomial.
2. Mengetahui penularan infeksi nosokomial
3. Mengetahui penyebab infeksi nosokomial
4. Mengetahui rantai infeksi nosokomial
5. Mengetahui pencegahan infeksi nosokomial

D. Manfaat Penulisan
Dengan adanya makalah ini semoga bisa menambah pengetahuan para pembaca khususnya mahasiswa Stikes Tanjungpinang tentang Infeksi Nosokomial.



BAB II
PEMBAHASAN 

A. Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi Nosokomial, berasal dari kata yunani nosos (penyakit) dan komeion (merawat) nosocomion berarti”Rumah Sakit” jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang di peroleh selama dalam perawatan di rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya timbul ketika, pasien di rawat 3 x 24 jam di rumah sakit dan infeksi ini sangat sulit di atasi karna di timbulkan oleh mikroorganisme dan bakteri.
Jenis yang paling sering adalah infeksi luka bedah dan infeksi saluran kemih dan saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia). Tingkat paling tinggi terjadi di unit perawatan khusus, ruang rawat bedah dan ortopedi serta pelayanan obstetri (seksio sesarea). Tingkat paling tinggi dialami oleh pasien usia lanjut, mereka yang mengalami penurunan kekebalan tubuh (HIV/AIDS, pengguna produk tembakau, penggunaan kortikosteroid kronis), TB yang resisten terhadap berbagai obat dan mereka yang menderita penyakit bawaan yang parah
Sebagaimana jenis infeksi penyakit lainnya, infeksi nosokomial biasanya terjadi jika penderita lemah atau jika barier alamiah terhadap invasi mikroba terganggu. Terdapat beberapa jenis barier alamiah terjadinya infeksi penyakit. Sebagaimana diketahui, kulit, membran mukosa, saluran gastrointestinal, saluran kencing, dan saluran nafas atas berfungsi sebagai barier alamiah terhadap infeksi.
Kriteria infeksi nosokomial (Depkes RI, 2003), antara lain :
1. Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi   dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
2. Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak  pasien mulai dirawat.
3. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dariwaktu inkubasi infeksi tersebut.
4. Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan atau selama dirawat di rumah sakit.
5. Bila dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

B. Penularan Infeksi Nosokomial
Cara penularan infeksi nosokomial antara lain :
1. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
2. Penularan melalui common vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah atau produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas akan membentuk debu yang dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan tuberkulosis.
4. Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal (flea).
5. Penularan melalui makanan dan minuman
    Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang   disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik ringan maupun berat.

C. Penyebab Infeksi Nosokomial
1.  Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada :
a)                 Karakteristik mikroorganisme
b)                 Resistensi terhadap zat-zat antibiotika
c)                  Tingkat virulensi, dan
d)                 Banyaknya materi infeksius.
  Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.

2.  Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah:
a)     Usia
b)    Status imunitas penderita
c)     Penyakit yang diderita
d)    Obesitas dan malnutrisi
e)     Orang yang menggunakan obat-obatan
f)      Imunosupresan dan steroid
g)     Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.
 Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
3.  Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung
 Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran, makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya infeksi silang.
4.  Resistensi antibiotika
Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multiplikasi dan penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya karena:
a)     Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
b)    Dosis antibiotika yang tidak optimal
c)     Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
d)    Kesalahan diagnose
  Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.
       Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, serta menjadi sangat penting karena meningkatnya jumlah penderita yang dirawat, seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur, mikororganisme yang baru (mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.
5. Faktor alat
Infeksi nosokomial sering disebabkan karena infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus,jarum suntik, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Selain itu pemakaian infus dan kateter urin yang lama tidak diganti-ganti, juga menjadi penyebab utamanya. Di ruang penyakit, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.
       Ada berbagai komplikasi kanulasi intravena yang berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
a)     Ekstravasasi infiltrate : Cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
b)     Penyumbatan              : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain
c)      Flebitis                    : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
d)    Trombosis              : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena yang menghambat aliran infuse
e)     Kolonisasi kanul   : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah
f)       Septikemia            : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
g)     Supurasi             : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanula
Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
Berikut ini adalah beberapa alat yang sering menjadi media transmisi dalam penyebaran infeksi nosokomial :
   1. Kateter
Kateter adalah sebuah pipa yang kosong yang terbuat dari logam, gelas, karet, plastik, yang cara penggunaannya adalah dimasukkan kedalam rongga tubuh melalui saluran.
   2.  Jarum Suntik
Jarum suntik atau Injection Needles adalah alat yang digunakan untuk menyuntik, dan tentunya digabung dengan alat suntik (spuit).
 Macam – macam jarum suntik :
a)   Jarum suntik yang umum
b)  Jarum suntik gigi
c)   Jarum suntik spinal
d)  Jarum suntik bersayap
e)   Alat–alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
f)    Soluset                  : Alat untuk memberikan cairan infus.
g)  Blood donor set    : Alat untuk mengambil darah dari donor.

D. Rantai Infeksi Nosokomial
      Mikroorganinisme dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita. Pada manusia dapat ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas, usus, dan organ genital. Disamping itu mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air, dan udara. Beberapa mikroorganisme lebih patogen dari yang lain, atau lebih mungkin menyebabkan penyakit. Ketika daya tahan manusia menurun, misalnya pada pasien dengan HIV/AIDS (Depkes, 2007).
Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar jenis virus. Jumlah (dosis) mikroorganisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada pejamu atau host yang rentan bervariasi sesuai dengan lokasi. Risiko infeksi cukup rendah ketika mikroorganisme kontak dengan kulit yang utuh dan setiap hari manusia menyentuh benda di mana terdapat sejumlah mikroorganisme di permukaannya. Risiko infeksi akan meningkat bila area kontak adalah membran mukosa atau kulit yang tidak utuh. Risiko infeksi menjadi sangat meningkat ketika mikroorganisme berkontak dengan area tubuh yang biasanya tidak steril, sehingga masuknya sejumlah kecil mikroorganisme saja dapat menyebabkan sakit Agar bakteri, virus dan penyebab infeksi lain dapat bertahan hidup dan menyebar, sejumlah faktor atau kondisi tertentu harus tersedia.           
Faktor-faktor penting dalam penularan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dari orang ke orang antara lain :
 1. Reservoir Agen
     Reservoir adalah tempat mikroorganisme patogen mampu bertahan hidup tetapi dapat atau tidak dapat berkembang biak. Pseudomonas bertahan hidup dan berkembang biak dalam reservoir nebuliser yang digunakan dalam perawatan pasien dengan gangguan pernafasan. Resevoir yang paling umum adalah tubuh manusia. Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit dan rongga tubuh, cairan, dan keluaran. Adanya mikroorganisme tidak selalu menyebabkan seseorang menjadi sakit.
   Carrier (penular) adalah manusia atau binatang yang tidak menunjukan gejala penyakit tetapi ada mikroorganisme patogen dalam tubuh mereka yang dapat ditularkan ke orang lain. Misalnya, seseorang dapat menjadi carrier virus hepatitis B tanpa ada tanda dan gejala infeksi. Binatang, makanan, air, insekta, dan benda mati dapat juga menjadi reservoir bagi mikroorganisme infeksius. Untuk berkembang biak dengan cepat, organisme memerlukan lingkungan yang sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH, dan cahaya (Perry & Potter, 2005).
2.  Portal keluar (Port of exit)
  Setelah mikrooganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan berkembang biak, mereka harus menemukan jalan ke luar jika mereka masuk ke pejamu lain dan menyebabkan penyakit. Pintu keluar masuk mikroorganisme dapat berupa saluran pencernaan, pernafasan, kulit, kelamin, dan plasenta (Perry & Potter, 2005).
3. Cara penularan (Mode of transmision)
 Cara penularan bisa langsung maupun tidak langsung. Secara langsung misalnya; darah/cairan tubuh, dan hubungan kelamin, dan secara tidak langsung melalui manusia, binatang, benda-benda mati, dan udara
(Perry & Potter, 2005).
4. Portal masuk (Port of entry)
 Sebelum infeksi, mikroorganisme harus memasuki tubuh. Kulit adalah bagian rentang terhadap infeksi dan adanya luka pada kulit merupakan tempat masuk mikroorganisme. Mikroorganisme dapat masuk melalui rute yang sama untuk keluarnya mikroorganisme (Perry & Potter,2005).
5. Kepekaan dari host (host susceptibility)
  Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu terhadap mikroorganisme patogen. Semakin virulen suatu mikroorganisme semakin besar kemungkinan kerentanan seseorang. Resistensi seseorang terhadap agen infeksius ditingkatkan dengan vaksin (Perry & Potter, 2005).

E. Pencegahan Infeksi Nosokomial
Perawat dapat mencegah terjadinya atau menyebarnya infeksi dengan meminimalkan jumlah dan jenis organisme yang di tularkan ke daerah yang menanami infeksi. Menghancurkan reservoar infeksi, mengontrol portak keluar dan masuk serta menghindari tindakan yang dapat, menularkan mikroorganisme, mencegah bakteri menemukan tempat untuk bertumbuh. Penggunaan alat-alat steril dan cuci tangan dengan tepat. Perawat melaksanakan perinnsip dan prosedur tertentu untuk mencegah dan mengontrol penyebarannya. Selama perawatan rutin setiap hari. Adapun asepsi medisnya yaitu :
1.     Kontrol atau eliminasi agen infeksius
Pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi yang tepat terhadap objek yang terkontaminasi secara signifikan mengurangi dan sering kali memusnahkan mikroorganisme. Pada saat objek kontak dengan material infeksius atau berpotensi infeksius, objek menjadi terkontaminasi jika objek sekali pakai, objek tersebut di buang. Objek yang dapat digunakan kembali harus dibersihkan seluruhnya bahkan didesinfeksi atau disterilisasi sebelum di gunakan kembali.
2.     Kontrol atau releminasi reservoar
Untuk mengontrol atau menghancurkan resevoar infeksi, perawat membersihkan cairan tubuh atau larutan yang dapat merupakan tempat mikroorganisme. Kontrol infeksi untuk mengurangi reservoar infeksi, yaitu :
a. Mandi, gunakan sbu dan air membersihkan drainase, sekresi yang     kering.
b. Benda terkontaminasi, buang tisu, balutan kotor atau linen kotor dalam katung tahun air untuk pembuangan yang tepat.
c. Jarum terkontaminasi, buang spuit dan jarum hipodermik yang tidak terbungkus dan jarum intrafena dalam wadah yang tidak tembus tusukan. Jangann menutup kembali jarum ataupun mencoba mematahkannya.
d. Luka bedah bertahankan saluran drainase dan katung penampung tetap paten untuk mencegah akumulasi cairan serosa dibawah permukaan kulit.
3.     Kontrol terhadap portal keluar
Untuk mengontrol organisme keluar melalui saluran pernafasan perawat harus menghindari untuk berbicara langsung menghadap wajah klien, bersin, atau batuk langsung diatas luka bedah. Perawat yang dmam ringan namun tetap bekerja harus memakai masker, khususnya bila mengganti balutan atau melakukan procedure steril.
4.     Pengendalian penularan
Di rumah sakit, di rumah klien harus memiliki set peralatan-peralatan pribadi menggunakan bedpan, urinal, waskom mandi dan alat-alat makan secara bersama dapat dengan mudah menularkan infeksi. untuk mencegah penularan mikroorganisme kontak tidak langsung, peralatan dan bahan yang kotor harus di jaga supaya tidak bersentuhan dengan baju perawat. Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah mencuci tangan.
5.     Kontrol terhadap portal masuk
Dengan mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa menurunkan kemungkinan mikroorganisme mebcapai kejamu. Klien, tenaga perawat kesehatan dan bahkan tenaga kebersihan berisiko mendapat infeksi dari tusukan jarum secara tidak sengaja. Penyebab lainnya adalah penanganan dan penatalaksanaan yang tidak tepat terhadap kateter. metode terakhir untuk mengurangi teknik membersihkan luka.
6.     Perlindungan terhadap pejamu yang rentan
Risistensi terhadap infeksi membaik jika perawat melindungi pertahanan dalam tubuh terhadap infeksi tindakan pencegahan isolasi termasuk penggunaan dengan tepat gownn sarung tangan, masker, dan kaca mata serta peralatan dan pakaian perlindungan lainnya.

Pencegahan dan pengendalian infeksi untuk petugas rumah sakit
1. Rencana kontrol-paparan untuk mengeliminasi atau meminimalkan paparan terhadap pegawai rencana tersebut juga menggambarkan menghindari paparan terhadap lembaga infeksius seperti kapan harus menggunakan kapal perlindungan
2. Pemenuhan tindakan pencegahan standar untuk mencegah kontak dengan darah atau materi infeksius lainnya.
3. Housekeeping. Tempat kerja harus di pelihara dalam kondisi bersih dan sehat.
4. Resiko tinggi terpapar
5. Pelatihan. pimpinan harus memastikan bahwa semua pegawai yang berisiko terhadap paparan di tempat kerja ikut serta dalam program pelatihan.
                  
 
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika di rumah sakit. Infeksi ini dapat menular melalui alat medis dan menyerang pasien maupun tenaga medis.
Ada enam komponen dalam penyebaran infeksi nosokomial, yaitu penyebab infeksi, sumber, tempat keluar, cara penularan, tempat masuk, dan penjamu rentan.
Alat-alat medis yang biasanya menjadi media transmisi adalah kateter, jarum suntik, dan alat–alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
Penyakit-penyakit yang ditimbulkan karena penggunaan alat medis adalah infeksi saluran kemih, pneumonia nosokomial, bakteremi nosokomial, tuberkulosis, diarrhea dan gastroenteritis, infeksi pembuluh darah, dipteri, tetanus dan pertusis.
Cara mencegah penularan infeksi nosokomial melalui alat, yaitu dengan cara mensterilkan alat-alat secara baik dan benar.

B. Saran
 Sterilkan alat dengan benar sesuai dengan prosedur.
Jagalah alat dari kontaminasi lingkungan sekitar.
Tangani dengan benar limbah rumah sakit.


DAFTAR PUSTAKA
Potter, Patricia.A. 2005. Fundamental keperawatan. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Setyawati, L.2002.Infeksi Nosokomial. Jakarta: Kumpulan Bahan Kuliah Higiene Industri. UGM
Depkes.2003.Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.


No comments:

Post a Comment